Google

Kamis, 20 November 2008

Kutu Anjing dan Rantai Gajah

Melepaskan Diri dari Belenggu Keterbatasan

Ini cerita yang saya dapat dari guru saya. Pak Farid Poniman. Cerita yang sungguh membebaskan saya dari berbagai belenggu yang membatasi langkah-langkah bisnis saya menuju sukses. Begini ceritanya:
Seekor kutu anjing adalah binatang yang sangat hebat. Apa kehebatannya? Ia bisa meloncaat sangat tinggi. Sampai kira-kira 50 kali lipat ukuran tubuhnya. Ia binatang yang membuat anjing gatal-gatal.

Suatu ketika sang anjing meminta tolong pada seekor kelinci. “Wahai kelinci, tolonglah aku. Tolong kau cari, tangkap dan buang kutu anjing di tubuhku ini. Rasanya aku sudah nggak kuat lagi.”

Kelinci pun berusaha sekuat tenaga. Tapi ia sangat sulit menangkap kutu anjing itu. Setiap ia akan tangkap, si kutu anjing melompat tinggi. Bahkan lebih tinggi dari kelinci.
Keadaan ini membuat kelinci berpikir keras. Akhirnya ia dapat ide. Ia minta serpihan kecil daging dan bulu pada anjing. Daging dan bulu itu, ia masukkan ke sebuah kotak korek api yang terbuka. Rupanya kelinci membuat jebakan untuk kutu anjing tersebut.

Ketika kutu anjing melihat ada sebongkah daging dan bulu anjing, maka ia pun melompat masuk ke dalam kotak korek api itu. Ketika, ia sedang asyik menikmati bulu dan daging anjing itu, kelinci segera menutup penutup kotak korek api itu. Si kutu anjing pun terperangkap.

Kelinci membiarkan kutu anjing itu beberapa hari. Ia tidak ingin tangkapannya kabur lagi. Setelah beberapa hari, kotak korek api dibuka. Meloncatlah si kutu anjing. Kelinci terkejut. Ia khawatir si kutu anjing akan kabur. Ternyata tidak. Kutu anjing itu sekarang, tidak bisa loncat melebihi tinggi kotak korek api yang beberapa hari ini mengurungnya. Kelinci dengan mudah kembali menangkap si kutu anjing.
Nah, itulah cerita kutu anjing. Dia sebenarnya bisa melompat tinggi sekali. Sampai 50 kali ukuran tubuhnya. Tapi begitu ia dimasukkan ke kotak korek api, ia tak bisa melompat tinggi.
Apa yang bisa kita pelajari dari kisah itu? Banyak sekali. Cuma saja, saya baru akan menerangkannya, sesudah saya menceritakan satu cerita lagi untuk anda. Cerita Rantai Gajah. Cerita ini saya dapat juga dari Pak Farid Poniman. Guru saya yang satu ini, memang benar-benar hebat. Ia punya banyak cerita yang bagus-bagus. Begini ceritanya, dengan modifikasi dari saya sendiri:

Suatu ketika, ada gajah liar yang merusak kampung. Sudah banyak orang yang celaka. Banyak rumah yang rusak. Sawah dan ladang pun demikian pula.
Penduduk desa telah berusaha sekuat tenaga menangkap atau membunuh sang gajah. Tapi semua cara gagal. Mereka kekurangan alat. Mereka hanya mengandalkan senapan angin yang tidak seberapa kekuatannya. Tentu saja, tidak bisa menaklukan sang gajah.

Kebetulan, lewat ke kampung itu seorang pemburu dari kota. Penduduk kampung pun meminta pertolongan sang pemburu. Dengan sigap pemburu ini segera memburu sang gajah. Mereka pun bertemu di pinggir kampung.
Sang pemburu sudah siap dengan berbagai alatnya. Ia gunakan senapan besar dengan kekuatan besar. Ia juga gunakan peluru bius yang sangat kuat. Ia yakin, peluru bius itu sanggup membius sang gajah.

Beberapa kali tembakan meleset. Sampai pada tembakan kelima, akhirnya sang gajah tertembak. Peluru bius itu pun menancap di tubuh sang gajah. Beberapa saat, sang gajah meronta. Sampai kemudian, ia terjatuh dan pingsan.
Sang pemburu dan penduduk kampung kemudian merantai gajah itu. Rantai yang digunakan besar dan kuat sekali. Penduduk kampung pun lega. Akhirnya masalah besar itu selesai juga.

Sang gajah pun bangun. Ketika bangun ia langsung berdiri dan berlari. Ia merasa benar-benar lapar. Tapi kakinya dirantai. Ia pun terjatuh. Ia berdiri lagi, lari lagi. Terjatuh lagi. Begitu terus. Sampai sang gajah lemas. Ketika melihat kesekelilingnya, ternyata ia menemukan sebongkah besar rumput. Ia pun menghampiri rumput itu dan memakannya. Ketika gajah itu kenyang, ia mencoba berlari lagi. Tapi rantai yang mengikatnya sungguh kuat. Ia terjatuh lagi.

Itulah yang terjadi hari-hari berikutnya. Sang gajah terus mencoba berlari, tapi ia terus gagal. Meski begitu, ia tidak kelaparan. Malah makin gemuk saja, karena makanannya bagus dan terjamin. Sang gajah pun berhenti mencoba lari. Setiap hari ia hanya makan saja.

Rantai gajah pun diganti. Tidak lagi menggunakan besi yang besar dan kuat. Ia hanya diikat seutas tali plastik. Tapi sang gajah tidak mencoba berlari. Ia telah nyaman pada kondisinya sekarang. Ia tidak lagi liar.

Itulah cerita rantai gajah. Apa yang bisa anda simpulkan dari dua cerita tadi? Kutu anjing yang tadinya bisa melompat tinggi, jadi tidak berdaya dan hanya melompat setinggi kotak korek api. Demikian juga dengan sang gajah liar. Tadinya dibutuhkan rantai besi yang besar dan kuat untuk merantainya. Tapi, kemudian, seutas tali plastik saja tidak dicoba diputuskan oleh sang gajah.

Bagi saya, dua cerita di atas setidaknya memberi tiga pelajaran:
1. Setiap mahluk hidup sebenarnya mempunyai potensi yang hebat.
2. Ada kondisi yang membuat potensi hebat tersebut, justru tidak digunakan.
3. Manusia hebat adalah manusia yang berhasil memutuskan belenggu dalam dirinya sendiri. Mari kita bahas satu per satu.

1. Potensi hebat.

Setiap manusia dilahirkan dengan potensi yang hebat. Bagaimana orang seperti Thomas Alfa Edison – yang dikeluarkan dari sekolah karena dianggap bodoh – justru berhasil mempunyai hak paten untuk 1000 penemuan. Itu karena Edison memang dilahirkan dengan potensi hebat itu. Demikian pula dengan kita semua.

Kita semua dilahirkan dengan potensi yang sama dengan Edison. Otak kita dengan Edison relatif sama. Bedanya, Edison menggunakan lebih banyak sel otak dibanding orang biasa. Karena potensi yang digunakan berbeda, maka hasilnya pun beda. Sesederhana itu.

Jadi, potensi yang kita miliki itu sama dengan orang-orang hebat seperti Soekarno, Habibie, keempat Imam Mazhab, Gus Dur, Amin Rais, Usamah bin Ladin, Goerge W Bush, Fidel Castro, Pele, Maradona, Ronaldinho, Zinedine Zidane, Muhammad Ali, Rudi Hartono, dan sebagainya.

Pembedanya terletak pada seberapa banyak potensi yang kita gunakan dalam hidup kita sehari-hari.
Semua manusia berasal dari sel sperma. Nah, sel sperma yang menjadi manusia itu adalah sel terkuat. Ia telah berjuang mengalahkan 200 juta sel sperma lain. Jadi kita itu dilahirkan sebagai orang hebat dari awal penciptaan kita.
Setidaknya ada enam potensi hebat yang kita miliki. Pertama, ruh. Ruh lah yang membuat kita hidup. Berbeda dengan batu. Ruh adalah bagian manusia yang kekal. Ia tidak akan mati. Mati yang kita kenal adalah proses perpindahan ruh dari dunia fana ke dunia kekekalan. Sang ruh tetap hidup.

Kedua, akal. Inilah anugerah Tuhan yang membedakan dan membuat manusia lebih dari mahluk lain. Bahkan dari malaikat sekalipun. Akal adalah kemampuan manusia untuk membedakan hal yang benar dan salah, lalu mendorong manusia melakukan hal yang benar.

Ketiga, nafsu. Inilah sumber keinginan tanpa batas manusia. Ia memang punya titik lemah, yaitu mendorong manusia melakukan hal-hal yang buruk. Tapi dengan kekuatan akal, nafsu manusia bisa dikendalikan. Misalnya manusia punya nafsu sex. Nah, akal akan memimpin nafsu untuk menyalurkan nafsu tersebut dengan cara yang benar. Pernikahan. Bukan berzina.

Keempat, otak. Inilah potensi yang luar biasa. Di dalamnya terdapat pikiran, emosi, kreatifitas, imaginasi, memori dan sebagainya. Semua hal itu adalah potensi-potensi hebat. Dengan pikiran yang tepat misalnya, kita dapat berjalan di atas bara api tanpa terluka. Dengan adanya emosi, kita bisa menjalin hubungan baik dengan sesama mahluk Tuhan.
Kelima fisik. Manusia telah dianugerahi fisik yang tepat. Lihatlah hidung kita. Lubangnya mengarah ke bawah kan? Bayangkan bila lubang hidung kita mengarah ke atas, akan susah kalau kehujanan. Bayangkan pula bila bibir kita ada dua atau lebih. Satu bibir ngomong, yang lain juga ngomong. Bingung kan? Atau kita punya dua jenis kelamin. Bagaimana kira-kira jadinya?

Keenam, waktu. Tuhan memberi setiap manusia waktu yang sama. Sehari 24 jam. Sejam 60 menit. Semenit 60 detik. Waktu adalah potensi yang tidak bisa diulang. Kita tidak bisa mengulang kelahiran kita sendiri. Waktu terus berlalu.
Bila sekarang anda sedang membaca, maka di waktu yang sama ada yang tidur, nonton TV, belanja, dan sebagainya. Sebaik apa kita menggunakan waktu, sebaik itu pulalah hasil yang kita dapat. Juga sebaliknya.

Nah, keenam potensi ini sama diberikan Tuhan pada setiap manusia. Tinggal bagaimana kita menggunakan potensi itu. Itulah mengapa ada orang sukses dan pecundang. Orang sukses pasti menggunakan potensi seoptimal mungkin. Sedang pecundang tidak.

2. Kondisi yang membelenggu.

Ada banyak kondisi yang bisa membelenggu potensi manusia. Saya menggolongkan belenggu itu dalam dua kelompok besar. Pertama ketakutan dan keraguan. Kedua, belenggu kondisi.

Belenggu ketakutan dan keraguan. Inilah belenggu utama. Gajah berhenti berusaha lari karena ia takut jatuh lagi. Jatuh itu menyakitkan. Karena takut, ia belajar merasa nyaman dengan kondisi barunya. Ia pun masuk ke zona nyaman (comfort zone).

Setiap kita pasti merasa takut dan ragu melakukan sesuatu yang baru. Hal baru ada di luar zona nyaman kita. Setiap manusia pasti dilanda ketakutan dan keraguan ketika ia melangkah keluar dari zona nyamannya.

Misalnya anda ingin mulai berbisnis. Nah, anda pasti diserang ketakutan dan keraguan. Anda takut rugi. Anda takut ditolak. Anda takut ditertawakan. Anda takut ditentang keluarga. Anda pun merasa ragu dengan kemampuan anda. Anda ragu pada rekan bisnis anda dan sebagainya.

Bila anda menurutkan ketakutan dan keraguan itu, maka anda pasti tidak akan mulai. Berkuasanya ketakutan dan keraguan pada diri manusia membuat manusia itu diam. Tidak bergerak. Tidak mengambil langkah apa-apa. Tapi, begitu ia mengatasi ketakutan dan keraguannya, ia pun mulai bertindak. Pasti!

Belenggu kondisi adalah terbelenggunya potensi karena suatu kondisi. Misalnya kondisi ekonomi, sosial, usia, pendidikan, budaya, lingkungan dan sebagainya. Setiap kondisi mengandung belenggu.

Kondisi miskin bisa membelenggu. “Saya miskin. Tidak punya modal. Bagaimana bisa memulai bisnis?” Kondisi kaya pun bisa membelengu. “Untuk apa saya cape-cape bisnis. Uang saya kan sudah banyak.”

Jadi, meski kondisinya beda, tapi bisa membelenggu dengan hasil yang sama. Dalam kasus di atas, hasilnya adalah tidak mulai berbisnis.

Usia bisa membelenggu. “Saya sudah tua, sudah tidak bisa berpikir keras lagi”. Itu belenggu. Atau “Saya masih terlalu muda. Belum berpengalaman”
Jaman sekarang pendidikan pun bisa membelenggu. Orang yang pendidikannya rendah akan terbelenggu bila berpikir: “Saya kan tidak lulus SD, bagaimana bisa sukses?” Orang yang pendidikannya tinggi akan terbelenggu bila berpikir: “Pendidikan saya tinggi, masa saya harus jualan jadi pedagang kaki lima?” Jadi, kondisi apapun bisa membelenggu.

3. Memutuskan belenggu diri.

Dua belenggu di atas membelenggu potensi. Bagaimana memutuskan belenggu itu? Prinsipnya ada dua. Pertama, optimalisasi potensi. Kedua, pertolongan orang lain.
Optimalisasi potensi bersifat internal. Caranya ada dua. Pertama, BENTUK TUJUAN. Misalnya orang miskin yang terbelenggu kemiskinannya. Nah, kondisi miskin itu pasti membuatnya tidak enak. Bila kondisi tidak enak itu sudah sampai puncaknya, ia akan berpikir: ”Bagaimana saya bisa jadi kaya?” Bila pikiran itu cukup kuat, ia akan berusaha sampai sukses. Banyak orang super kaya tadinya adalah orang super miskin.

Cara kedua adalah apa yang disebut MEMBINGKAI ULANG. Contohnya orang kurang berpendidikan formal. Ia berpikir: “Saya memang tidak lulus SD, tapi saya akan buktikan bahwa saya juga bisa sukses”. Pikiran itu membingkai ulang kondisi miskin. Itulah yang dilakukan Pak Andri Wongso. Sekarang ia berhasil. Ia menyebut dirinya SDTT TBS (Sekolah Dasar Tidak Tamat, Tapi Bisa Sukses).
Contoh lain orang kaya yang tidak mau berbisnis tadi. Ia berpikir:”Uang saya sudah banyak. Buat apa berbisnis?” Nah, sang orang kaya akan mulai bisnis bila ia membingkai ulang kondisinya. “Saya memang kaya. Tapi kalau tidak bisnis, pasti uang saya habis.”

Ada juga orang yang dilanda ketakutan dan keraguan. Tapi kemudian, pikirannya berbalik. Ia berpikir:”Paling resikonya saya kehilangan uang. Nanti juga saya dapat uang lagi.” Itulah membingkai ulang.

Prinsip kedua adalah pertolongan orang lain. Prinsip kedua ini sebenarnya adalah penguat cara kedua. Orang tidak bisa ditolong oleh orang lain kecuali orang itu menolong dirinya sendiri.

Prinsip kedua ini ada dua cara praktis. Pertama memberi ikan. Kedua memberi jala. Cara pertama bersifat lebih cepat. Ia langsung mengatasi belenggu tadi. Bila ada orang miskin, beri dia uang sesuai kebutuhannya. Selesai. Bila ada orang yang takut presentasi, ya sudah ambil alih oleh orang lain. Beres.

Cara pertama ini hanya menunda masalah. Belenggu dirinya masih ada. Mungkin malah lebih kuat. Sama dengan orang yang punya utang. Ia lari terus waktu utangnya ditagih. Dengan begitu utang tadi tidak jadi lunas kan?
Cara kedua adalah memberi jala. Bukan ikan. Jadi bila orang ragu dan takut bisnis, maka jangan dibiarkan ia mundur. Tapi ajari bagaimana ia bisa mengatasi ketakutan dan keraguannya dengan menggunakan prinsip kedua. Bangkitkan tujuannya dan bingkai ulang kondisinya.
Untuk orang yang takut berbisnis, katakan: “Bila anda tidak mulai bisnis, anda tidak akan pernah kaya. Anda pasti mau jadi orang kaya kan? Mau dapat penghasilan Rp. 100 juta per bulan? Mulailah bisnis!” Bangkitkan tujuan!
Atau, lakukan bingkai ulang. Katakan: “Kondisi miskin adalah kesempatan emas untuk sukses. Banyak sekali orang super kaya yang tadinya super miskin. Saya yakin anda adalah orang berikutnya.”

Jadi cara memberi jala adalah proses pendidikan. Pendidikan (education), sesuai asal katanya, yaitu dari educare. Artinya ‘mengeluarkan’. Jadi pendidikan itu harus bisa mengeluarkan potensi manusia yang hebat itu.
Jadi, tolonglah orang lain dengan mendidiknya. Buat (atau paksa) ia suka belajar. Suka baca buku. Suka diskusi. Suka ikut seminar dan pelatihan, dan sebagainya. Tantang dia bertindak dan mencapai target. Latih untuk menguasai kompetensi tertentu. Maafkan kesalahannya. Puji prestasinya.


Penulis By Supardi Lee

Added By Mr JWNS

Tidak ada komentar: